WELCOME TO WE ARE BLOG :)

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PENGELOLAAN LIMBAH BLOTONG

Kayu Bakar dari Limbah Blotong (limbah Pabrik Gula)
   
                Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira.
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya. untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur mereka.
Berikut saya akan berbagi tentang cara pengelolaan limbah blotong sebagai pengganti kayu bakar :

Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 – 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak dikompor tanah mereka, blotong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. dari satu blotong tersebut, setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PENGELOLAAN LIMBAH AMPAS TEBU

Pembuatan Kertas
dari Ampas Tebu

        Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, tentang pengelolaan limbah pabrik gula, ternyata masih banyak lagi manfaat dari limbah pabrik gula tersebut. Salah satunya adalah memanfaatkan sebagai bahan baku dari pembuatan kertas. Limbah tersebut adalah ampas tebu yang diperoleh setelah tebu usai digiling. Berikut saya akan memaparkan penjelasn dari pembuatan kertas yang berbhan baku ampas tebu :
Ampas Tebu :
Ampas  tebu  adalah  suatu  residu dari  proses  penggilingan  tanaman  tebu (Saccharum  oicinarum)  setelah  diekstrak atau  dikeluarkan   niranya  pada  industri pembuatan  gula  sehingga  diperoleh  hasil samping  sejumlah  besar  produk  limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu.

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah oven, rotary digester, disintegrator, hidrolic screener, centrifuge, niagara heater hollander, canadian standar freeness, stock chest, alat pres lembaran pulp, ember, saringan kawat, alat pembentuk lembaran pulp, tearing tester, folding tester, dan brightness tester.
Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp adalah 24 kg bagase. Larutan pemasak yang digunakan adalah asam asetat glasial (konsentrasi 96%) sebanyak 168 L dan 72 L air.

B. Persiapan Bagase

Proses pembuatan pulp dimulai dengan mencuci ampas tebu dan dijemur sampai kering, kemudian dihilangkan empulurnya dengan menumbuk ampas tebu sampai tinggal serat-seratnya (depithing), ditampi kemudian diambil 1000 g per satu kali masak.

C. Pemasakan Pulp

Pemasakan dilakukan dengan pelarut asam asetat dan air (proses acetosolv). Sebanyak 1000 g ampas tebu dimasukkan ke dalam rotary digester (alat pemasak, gambar 5 ). Pemasakan menggunakan perbedaan konsentrasi asetat yang berbeda (100%,80%, dan 60%) dan nisbah larutan pemasak dengan bobot serpih bagase 8:1 dan 12:1. Suhu pemasakan maksimum 160 C dengan tekanan yang terjadi pada suhu tersebut, waktu tuju ke suhu maksimum 69-90 menit, waktu pada suhu maksimum 90 menit. Proses ini bertujuan untuk memisahkan selulosa dari lignin (delignifikasi) melalui proses hidrolisis. 

D. Pencucian Pulp

Pulp hasil pemasakan selanjutnya dicuci dengan menggunakan air. Proses ini bertujuan membebaskan pulp dari larutan pemasak. Pencucian dilakukan hingga pulp tidak mengandung lagi asam asetat yang ditandai dengan hasil cucian bening.

E. Disintegrasi 

Disintegrasi adalah proses yang bertujuan untuk memisahkan serat. Proses ini dilakukan dengan disintegrator yang memiliki prinsip kerja seperti blender. Pulp yang telah jenuh dimasukkan ke dalam disintegrator dengan menggunakan air sebagai media pemisahan serat. Disintegrasi dilakukan hingga pulp terurai menjadi serat-serat mandiri. Proses ini dilakukan selama 3-5 menit.
                                                                                      
  F. Penyaringan Pulp

Pulp disaring dengan menggunakan hidrolic screener. Hidrolic screener bekerja menyaring pulp yang telah menjadi serat-serat yang mandiri pada kisaran 80 mesh. Setelah pulp tersaring, dikeringkan dengan memasukkan pulp tersaring ke dalam centrifuge. Pulp hasil sentrifugasi ditimbang untuk ditentukan rendemennya.

G. Penggilingan Pulp

Pulp digiling dengan menggunakan niagara beater hollander. Untuk membuat lembaran pulp dengan gramatur kurang lebih 60 g/m2 atau untuk setiap lembaran dengan diameter 21,5 cm dibutuhkan pulp sebanyak 2,1783 g pulp kering oven.

Pulp sebanyak 234 g kering oven, ditambah air hingga mencapai 15,4 L kemudian dimasukkan ke dalam niagara beater hollander. Mesin dijalankan selama 15-20 menit. Uji derajat freeness pada waktu 0 menit dilakukan dengan mesin dalam keadaan beroperasi. Memberi beban 5500 g dan uji kembali derjat freeness pada waktu yang dikehendaki (sesuai penelitian). Pengujian derajat freeness dilakukan secara duplo hingga pulp mencapai 200-300 derjat freeness. Setelah waktu giling dicapai, angkat beban dan ambil sampel untuk pengujian derajat freeness dan untuk pembuatan lembaran.

Pengujian derajat freeness dilakukan dengan mengambil 200 mL suspensi pulp (setara dengan 3 g pulp kering oven) masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan air sampai 1000 mL. Memasukkan ke dalam alat uji canadian standar freeness dan uji derjat freness-nya. Uji dilakukan secara duplo dengan menggunakan alat uji derajat freeness.

H. Pembuatan Lembaran Pulp

Lembaran pulp dibentuk pada derajat kehalusan 200-300 derajat freeness. Suspensi pulp sebanyak 1430 ML dimasukkan ke dalam stock chest (pengaduk), ditambahkan air sampai 10 L untuk10 lembaran pulp. Bentuk lembaran dengan setiap pengambilan suspensi dari stock chest. Bentuk lembaran sampai suspensi dalam stock chest habis, yaitu 10 lembar pulp.


I. Pembuatan Lembaran Kertas

Proses membuat lembaran kertas dimulai saat pulp mulai masuk ke mesin kertas atau paper machine sampai dengan lembaran kertas tergulung rapi dalam gelondongan atau roll.


        Yups, gimana kawan? Tadi adalah proses pembuatan kertas dari limbah ampas tebu, prosesnya memang cukup panajng , tapi apa salahnya kita mencoba ? . oke selamat mencoba, semoga berhasil.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PENGELOLAAN LIMBAH PABRIK GULA

Pengelolaan Limbah Pabrik Gula

Selama ini jika kita memiliki rumah yang dekat dengan lokasi industry seperti dekat dengan pabrik gula, kita selalu mengeluh akan limbah yang dihasilkan pabrik tersebut. Namun apa guna jika kita hanya mengeluh tanpa berusaha untuk membuat limbah tersebut. Seperti dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan “TETES”.
        Apa itu Tetes? Pasti kalian masih ada yang mengetahui tentang tetes. Tetes adalah bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral yang cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang sangat tinggi sehingga pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari.
        Berikut saya akan memaparkan bagaimana cara mengolah limbah pabrik gula tersebut sebagai pembuatan tetes.
        . Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.
Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %. Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.


Kegunaan Tetes :


Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan
nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan kotoran menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena keracunan tetes.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR



LIMBAH CAIR TAHU JADI
“NATA DE SOYA”

Selama ini kita sangat terganggu dengan limbah yang dihasilkan pabrik tahu, terutama Kota Blitar adalah salah satu penghasil tahu tempe yang cukup terkenal di Jawa Timur. Terlebih tahu merupakan makanan khas dari Negara kita tercinta yaitu Indonesia. Namun selain jadi makanan yang enak dan khas bagi kita, ternyata tahu juga memberikan dampak-dampak yang kurang baik bagi lingkungan kita, salah satunya adalah limbah cair sisa proses pembuatan tahu itu sendiri. Limbah cair pembuatan tahu berdampak pencemaran lingkungan, seperti dapat mencemari sungai,dan menimbulkan bau yang kurang sedap,. Maka dari itu, saya ingin berbagi mengenai pengelolaan limbah cair tahu sebagai bahan baku pembuatan “NATA DE SOYA”, berikut cara pengelolaannya :
·        Bahan yang dibutuhkan untuk membuat Nata de Soya yaitu:
-Limbah cair tahu, untuk media pertumbuhan bakteri A.xylinum.
-Starter Nata (Kultur A.xylinum), bakteri yang berperan membentuk nata atau bacterial cellulose.
-Gula pasir, sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut.
-   (NH4)2SO4, sebagai sumber nitrogen (N) akan membantu pertumbuhan bakteri dan merangsang terbentuknya struktur nata yang tebal kompak.
- MgSO4, sebagai sumber mineral (Mg) yang akan membantu pertumbuhan bakteri dalam membentuk nata.
-K2HPO4, berfungsi sebagai buffer pada medium, sehingga pH akan konstan yaitu sekitar 3-4.
-Asam asetat glasial, berfungsi untuk menurunkan pH menjadi 3-4.
-Kertas koran steril, untuk menutup wadah fermentasi karena bakteri A.xylinum aerob dapat tumbuh baik pada kondisi aerob.
-Karet, untuk mengikat kertas koran pada wadah fermentasi.
·        Alat yang digunakan untuk pembutan nata de soya :
baskom plastik, timbangan, kain saring halus, panci perebus, sendok pengaduk, pisau, talenan, pipet volume 10 ml, bola hisap, gelas ukur 1 lt, bak plastik ukuran 23 x 15 cm.
Berikut dijelaskan cara pembuatan Nata De Soya :
1. Pengambilan limbah cair tahu di area produksi sebanyak 1 Liter. Limbah cair tahu yang diambil sudah mengandung sedikit cuka sisa dari proses pengendapan.
2. Limbah cair yang telah diambil disaring menggunakan kain saring berukuran sedang yang sudah dipersiapkan dalam keadaan bersih.
3. Limbah cair yang sudah disaring tadi dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan bahan – bahan tambahan.
4. Campuran cairan tadi kemudian direbus sampai mendidih, setelah itu didinginkan dan dipindahkan ke dalam wadah plastik kotak dengan ketinggian ± 6 cm.
5. Setelah dingin, ditambahkan asam cuka glasial sebanyak 25 mL. Fungsi dari cuka glasial disini adalah untuk mengatur pH agar medium ini jadi memiliki pH optimum untuk kultur bermetabolisme. Setelah pH sudah mencapai pH optimum, kultur A.xylinum ditambahkan asebanyak 10% atau sebanyak 100 mL dengan menggunakan pipet volume yang telah di aseptis sebelumnya.
6. Selanjutnya wadah plastik tadi ditutup dengan menggunakan kertas koran yang telah disterilisasi sebelumnya. Alasan digunakan kertas koran sebagai penutup wadah adalah sifat dari bakteri  A.xylinum yang anaerob fakultatif atau hanya membutuhkan sedikit oksigen untuk bermetabolisme.
7. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu ruang yaitu sekitar 24-250C selama 12 hari. Kondisi ruang inkubasi tidak boleh lembab karena dikhawatirkan akan terjadi kontaminasi oleh jamur.
8. Setelah 12 hari, nata dipanen. Nata yang sudah jadi harus direndam dalam air matang selama 3 hari dan air diganti setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma dan rasa asam dari cuka glasial yang digunakan dalam pembuatan.
9. Nata yang sudah bebas dari aroma asam bisa langsung dipotong berukuran kecil. Kemudian nata tersebut direbus dalam air sirup gula yang ditambah essense untuk memperkuat aroma dan menambah warna.

Nata de soya pun siap dihidangkan, dikonsumsi sendiri atau bahkan dijadikan sebagai sumber pendapatan anda. Jadi dari pada kita hanya mengeluh tentang sungai yang tercemar  atau bau limbah cair yang sangat menyengat, akan lebih baik jika kita memanfaatkannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

pengelolaan limbah pertanian



KOMPOS JERAMI PADI
          Mungkin masih banyak diantara kita yang tidak mengetahui limbah padi yang biasa kita jumpai  di ladang kita sendiri atau ladang orang lain memiliki nilai jual yang cukup tinggi sebagai kompos . Pernahakah anda berfikiran untuk membuangnya agar tidak merusak pemandangan sawah yang seperti permadani? Apakah anda sama sekali tidak berfikir, apakah limbah pertanian itu dapat memberikan kita pendapatan juga?. Ternyata  memang benar, jika limbah jerami padi dapat menghasilkan suatu pupuk alami yang sangat baik untuk tanaman. Disini saya akan mengulas sedikit tentang pengelolaan limbah jerami padi , diantaranya adalah sebagai berikut :
          Berdasarkan  beberapa  pengalaman  di  atas,  pembuatan  kompos jerami  harus  dapat  dilakukan  dengan  cara  yang  sederhana,  murah,  dan  mudah,
seperti:
1)  Pengomposan jerami dibuat di lokasi di mana jerami di panen.
2)  Pengomposan jerami dilakukan tanpa pencacahan dan tanpa penambahan
bahan-bahan lain yang sulit diperoleh oleh petani.
3)  Pengomposan  jerami  dapat  dibuat  dengan  biaya  yang  semurah  mungkin
dan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.
4)  Pengomposan  jerami  tidak  memerlukan  mesin  atau  alat  yang  rumit  dan
mahal.
 Secara  alami  proses  pengomposan  jerami  akan  berlangsung  dengan sendirinya  apabila  kondisinya  ideal,  seperti  kadar  air  yang  cukup  (kurang  lebih 60%) dan aerasi yang lancar. Proses alami pengomposan jerami kurang lebih dua hingga  tiga  bulan.  Untuk  mempercepat  proses  pengomposan  jerami  dapat ditambahkan aktivator pengomposan. Penambahan aktivator pengomposan dapat mengurangi  lama  pengomposan  hingga  tiga  sampai  empat  minggu.  Waktu pengomposan  ini  kurang  lebih  sama  dengan  waktu  jeda  antara  panen  dengan waktu tanam berikutnya.
Jerami  yang  dihasilkan  dari  sisa-sisa  panen  sebaiknya  jangan  dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi ke tanah. Kompos jerami ini secara  bertahap  dapat  menambah  kandungan  bahan  organik  tanah,  dan  lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah.Kompos selain dibuat dari jerami dapat juga dibuat dari seresah atau sisasisa tanaman lain. Rumput-rumputan, sisa-sisa daun dan batang pisang, atan daundaun tanaman dapat juga dibuat kompos. Pada prinsipnya semua limbah organik dapat dijadikan kompos.Batang  kayu,  bambu,  ranting-ranting  pohon,  atau  tulang  juga  termasuk bahan organik tetapi sebaiknya tidak ikut dikomposkan dengan jerami.  Limbah limbah ini termasuk limbah organik keras. Meskinpun   dapat juga dibuat kompos, namun bahan-bahan ini memerlukan waktu yang lama untuk terdekomposisi.
          Berikut saya akan menjelaskan tahap-tahap dalam pembuatan kompos dari jerami padi:
·        Waktu yang tepat untuk pembuatan kompos jerami padi :
Waktu  pengomposan  sebaiknya  segera  setelah  panen,  yaitu  waktu pada saat penyiapan bibit padi hingga sebelum penanaman bibit. Pada saat penyiapanbibit, kompos jerami juga disiapkan. Setelah kompos matang dalam waktu kira kira  dua  minggu,  kompos  bisa  segera disebarkan  di  petak  sawah  bersamaan dengan pengolahan tanah.
·        Lokasi pengomposan :
Lokasi pengomposan dilakukan di petak sawah yang akan  diaplikasi atau dipetak  dimana  jerami  tersebut  dipanen.  Lokasi  sebaiknya  dipilih  dekat  dengan sumber  air,  karena  pembuatan  kompos  membutuhkan  banyak  air.  Lokasi  juga dipikirkan untuk kemudahan saat aplikasi. Jika petak sawah cukup luas, sebaiknya dibuat di beberapa tempat yang terpisah.
·        Peralatan yang dibutuhkan :
Peralatan yang dibutukan antara lain:
1)  Bambu untuk patok
2)  Gergaji
3)  Golok
4)  Ember untuk tempat air.
5)  Air yang cukup untuk membasahi jerami.
6)  Aktivator pengomposan.
7)  Gayung untuk menyiramkan aktivator.
8)  Plastik  penutup.  Plastik  ini  bisa  dibuat  dari  plastik  mulsa  berwarna  hitam (ukuran leber 1 m) yang dibelah sehingga lebernya menjadi 2 m.
·        Tahapan pembuatan kompos jerami :
1.  Siapkan ember  dan air. Masukkan air ke dalam ember. Kemudian larutkan  aktivator  sesuai  dosis  yang  diperlukan  ke  dalam  ember yang sudah di isi air. Aduk hingga aktivator tercampur merata
2.  Siapkan cetakan dari bambu.  Dengan memasak patok tiap sudut.  Sesuaikan ukuran  patok  dengan  jerami  dan  seresah  yang  tersedia.  Apabila  jerami cukup banyak cetakan dapat berukuran  3  x 1,2  x 1 m. Namun bila jerami sedikit cetakan bisa dibuat lebih kecil dari ukuran tersebut
3.  Masukkan  satu  lapis  jermai  ke  dalam  cetakan.  Jika  tersedia  dapat dimasukkan pula kotoran ternak. Jerami atau seresah yang berukuran besar dipotong-potong terlebih dahulu dengan parang.
4.  Siramkan aktivator yang telah disiapkan merata dipermukaan jerami
5.  Injak-injak agar jerami padi
6.  Tambahkan lagi satu lapis jerami.
7.  Siramkan  kembali  aktivator  ke  tumpukan  jerami  tersebut  dan  jangan  lupa injak-injak agar tumpukan menjadi padat.
8.  Ulangi  langkah-langkah  diatas  hingga  cetakan  penuh  atau  seluruh jerami/seresah telah dimasukkan ke dalam cetakan.
9.  Setelah cetakan penuh buka patoknya
10.  Tutup  tumpukan  jerami  tersebut  dengan  plastik/  terepal  yang  telah disiapkan
11.  Kalau  perlu  bagian atas jerami  diberi  batu  atau  pemberat  lain  agar  plastic tidak tebuka karena angin.
12.  Lakukan  pengamatan  suhu,  penyusutan  volume,  dan  perubahan  warna tumpukan jerami.
13.  Inkubasi/fermentasi  tumpukan  jerami  tersebut  hingga  kurang  lebih  dua minggu.
Setelah tahap-tahap diatas , kompos jerami padipun sudah dapat dipanen, berikut ini merupakan penandaan kompos yang dianggap sudah matang :
·        Jerami berwarna coklat kehitam-hitaman,
·        lunak dan mudah dihancurkan,
·        suhu tumpukan sudah mendekati suhu awal pengomposan,
·        tidak berbau menyengat, dan
·        volume menyusut hingga setengahnya.
Kompos  jerami  yang  sudah  memiliki  ciri-ciri  demikian  berarti  sudah cukup matang dan siap diaplikasikan ke sawah. Kompos jerami   diaplikasikan di tempat di mana jerami tersebut diambil.
          Oke, tahap-tahap yang cukup panjang diatas telah usai, dan kalian dapat menikmati hasilnya. Memang butuh ketelatenan bagi kita atau para petani untuk mengelola limbah pertanian salah satunya adalah limbah jerami padi yang dijadikan kompos, namun kita juga mendapatkan untung yang lebih selain kita dapat memanfaatkan limbah. Silahkan mencoba.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS